Rabu, 04 Mei 2011

Sertifikasi Penuh Dengan Dilema dan Bermata Dua


Sejak disahkannya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, jabatan guru merupakan sebuah profesi seperti pengacara, apoteker, dokter, dan akuntan. Oleh karena itu profesionalitas seseorang yang memiliki profesi tersebut perlu dibuktikan, termasuk guru. Seseorang yang akan menjadi akuntan harus mengikuti pendidikan profesi akuntan terlebih dahulu. Begitu juga untuk profesi yang lain juga perlu pendidikan profesi termasuk guru.
Dalam dunia manajemen dikenal istilah sertifikasi ISO 9001:2000. ISO adalah suatu badan yang mengatur sertifikasi atau mengesahkan suatu standar. ISO merupakan singkatan dari International Standart Organization. ISO 9001:2000 adalah suatu standar international untuk sistem manajemen kualitas. ISO 9001:2000 menetapkan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen kualitas, yang bertujuan untuk menjamin bahwa organisasi akan memberikan produk (barang dan/atau jasa) yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Demikian juga dengan adanya sertifikat pendidik maka seorang pendidik yang telah mendapatkan sertifikat pendidik berarti mereka telah memiliki standar kompetensi sebagai pendidik. Sertifikat pendidik merupakan bukti yang telah diakui bahwa seorang guru memiliki standar kompetensi dan layak untuk menjalankan tugasnya sebagai guru. Jika seorang guru telah memenuhi standar kompetensi sebagai guru dan memiliki sertifikat pendidik maka guru tersebut telah mendukung peningkatan mutu pendidikan karena salah satu lingkup SNP adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan. Artinya pemilik sertifikat pendidik telah memenuhi standar minimal sebagai seorang pendidik yang telah ditetapkan dalam SNP.
Dan harus disadari bahwa sertifikasi guru merupakan sarana atau instrument untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Sertifikasi guru merupakan salah satu sarana untuk menuju pendidikan yang berkualitas. Peran guru dalam proses pendidikan untuk mencapai standar proses pendidikan sangat besar karena guru adalah orang yang terjun langsung mendidik siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar setiap hari. Jika seorang guru memiliki kualifikasi dan kompetensi sebagai agen pembelajaran maka peluang tercapainya standar proses pendidikan akan semakin besar. Demikian juga dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum beserta silabus seorang guru yang berkualitas (memiliki sertifikat pendidik) juga akan memiliki potensi yang tinggi untuk melakukakannya.
Menyikapi kepentingan di atas Menteri Pendidikan Nasional telah menelurkan beberapa Permen-nya. Terakhir Permendiknas No. 11 tahun 2011, dalam pasal 4 ayat 2 menyebutkan bahwa sertifikasi dikuti oleh guru dalam jabatan yang: a. memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau Diploma empat (D-IV); b. belum memenuhi kualifikasi akademik S-1 atau D-IV apabila sudah: (1) mencapai usia 50 tahun dan mempunyai masa pengalaman kerja 20 tahun sebagai guru; atau (2) mempunyai golongan IV/a, atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a;.
Namun disayangkan, persyaratan calon untuk disertifikasi dan untuk lulus sertifikasi sebagai tolak ukur profesionalisme guru mengundang segenap elemen masyarakat (guru dan Kepala Sekolah) ramai membicarakannya. Karena masyarakat dibingungkan dengan aturan yang selalu berubah-ubah dari tahun ke tahun. Tahun 2010 yang lalu prioritas utama “katanya” kualifikasi pendidikan sesuai dengan Permendiknas, tetapi tahun 2011 ini “katanya lagi” diprioritaskan masa kerja dan umur, jadi membingungkan dikalangan guru. Akhirnya beragam permasalahan timbul, baik masalah yang terkait dengan proses pelaksanaannya maupun permasalahan yang terkait dengan kualitas guru yang bersangkutan. Dilema tentang sertifikasi guru ini nampaknya akan terus bergulir entah sampai kapan. Bahkan sampai saat ini perdebatan antara perlu atau tidaknya sertifikasi akan berbenturan dengan kepentingan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK). Bahkan beberapa pimpinan LPTK pesimistik terhadap kemampuan sertifikasi dalam menjamin mutu dan peningkatan kualitas pendidik.
Gagasan awal sertifikasi adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan. Sesuai amanat UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menetapkan kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sebagai suatu kesatuan upaya pemberdayaan guru. Maka program ini hendaknya janganlah dipandang sebagai proses legalisasi semata, akan tetapi harus dipandang sebagai ijtihad untuk meningkatkan kompetensi profesi guru. Karena itu proses ini harus betul-betul dilakukan secara teliti dan cermat agar tak menurunkan mutu guru. Karena betapa mungkin suatu profesi bisa diukur secara tunggal dari umur dan lamanya masa kerja. Bagaimana kemampuan mendidik dimaknai dengan selembar sertifikat. Sangat tidak masuk akal. Permasalahan lain yang timbul di masyarakat sebagai imbas dari kebijakan ini adalah disharmoni atar guru menjadi sering terjadi. Ambil contoh, seorang guru yang awalnya bekerja dengan penuh semangat, bahkan berkomitmen meningkatkan keprofesionalannya, akhirnya harus bersikap apatis dan masa bodoh karena mereka berfikir tidak ada reward untuk hal yang demikian. Sebaliknya guru yang sudah dinyatakan professional dan mengantongi sertifikat pendidik juga tidak ada bedanya dengan guru yang bertugas apa adanya. Dari sini bisa dilihat bahwa aspek keadilan masih belum terasa dengan adanya kebijakan yang demikian. Betapa parahnya sakit yang diderita oleh sistem pendidikan kita.

Sekedar Hiburan