Jumat, 20 Januari 2012

Pentingnya Uji Kompetensi Guru


Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional berjalan dengan penuh dinamika. Hal ini setidaknya dipengaruhi oleh dua hal utama yaitu political will dan dinamika sosial. Political will sebagai suatu produk dari eksekutif dan legislatif merupakan berbagai regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan diantaranya tertuang dalam UU No.20/2003, UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, PP No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Selain itu pendidikan merupakan salah satu subsistem yang sentral dalam pemerintahan, sehingga senantiasa perlu mendapatkan perhatian dan perbaikan dalam menjaga kontinuitas proses kehidupan dalam berbagai aspek di tengah-tengah masyarakat (negara). Dengan demikian dalam upaya untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional ternyata memerlukan adanya perbaikan pula dalam aspek sistemik (regulasi) serta meningkatnya kontrol sosial dari masyarakat.
Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) pada tahun 2001menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam (Kompas,5/9/2001). Hal ini juga diakui oleh Abdul Malik Fadjar (Mendiknas saat itu). Bagaimanakah setelah satu dasawarsa berlangsung? Apakah masih demikian?
Kemudian berdasarkan laporan dari United Nations Development Program (UNDP) tahun 2004 dan 2005, menyatakan bahwa Indeks pembangunan manusia di Indonesia ternyata tetap buruk. Tahun 2004 Indonesia menempati urutan ke-111 dari 175 negara ditambah wilayah khusus Hong Kong dan wilayah pendudukan Palestina yang diteliti Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sedangkan tahun 2005 IPM Indonesia berada pada urutan ke 110 dari 177 negara. Posisi tersebut tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Berdasarkan IPM 2004, Indonesia menempati posisi di bawah negara-negara miskin seperti Kirgistan (110), Equatorial Guinea (109) dan Algeria (108). Data yang termuat dalam situs www.undp.org/hdr2004 terasa menyakitkan jika posisi Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara anggota ASEAN lainnya. Singapura (25), Brunei Darussalam (33) Malaysia ( 58), Thailand (76), sedangkan Filipina (83). Indonesia hanya satu tingkat di atas Vietnam (112).
Kalau kita berbicara soal pendidikan tentu tidak terlepas dari peran seorang guru. Guru sebagai tenaga kependidikan juga memiliki peran yang sentral dalam penyelenggaraan suatu sistem pendidikan. Sebagai sebuah pekerjaan, tentu dengan menjadi seorang guru juga diharapkan dapat memperoleh kompensasi yang layak untuk kebutuhan hidup. Dalam teori motivasi, pemberian reward dan punishment yang sesuai merupakan perkara yang dapat mempengaruhi kinerja dan mutu dalam bekerja, termasuk juga perlunya jaminan kesejahteraan bagi para pendidik agar dapat meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan yang selama ini masih terpuruk. Dalam hal tunjangan, sudah selayaknya guru mendapatkan tunjangan yang manusiawi untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya mengingat peranan dari seorang guru yang begitu besar dalam upaya mencerdaskan suatu generasi.
Tapi bagaimana kenyataan yang ada di lapangan sampai saat ini? Dalam hal pelaksanaan proses pembelajaran, selama ini kebanyakan para guru dan sekolah menyelenggarakan pendidikan dengan segala keterbatasan yang ada. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan sarana-prasarana, ketersediaan dana, serta kemampuan guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang efektif.
Dalam PP No 19/2005 tentang standar nasional pendidikan disebutkan dalam pasal 19 sampai dengan 22 tentang standar proses pendidikan, bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Adanya keteladanan pendidik, adanya perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan standar yang ditetapkan di atas, maka proses pembelajaran yang dilakukan antara peserta didik dengan pendidik seharusnya harus meninggalkan cara-cara dan model yang konvensional sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Kenyataan saat ini, banyak diantara pendidik yang masih melaksanakan proses pembelajaran secara konvensional bahkan diantaranya belum menguasai teknologi informasi seperti komputer dan internet. Padahal menguasai komputer akan mempermudah tugas guru, misalnya ketika memproses nilai-nilai siswa. Terutama guru-guru yang sudah lama mengabdi, sedikit sekali menguasai komputer dan mengakses internet. Padahal, dengan penguasaan teknologi informasi tersebut akan mempermudah tugas rutin para guru. Selama ini, tugas tersebut dilakukan guru secara manual. Kurangnya penguasaan komputer tersebut bukan karena tidak tersedianya sarana komputer di sekolah, namun karena kurang kemampuan dan kemauan dari guru yang bersangkutan. Sehingga, komputer lebih banyak digunakan oleh bagian tata usaha. Akibatnya, saat seorang guru yang memerlukan jasa komputer, cenderung untuk minta bantuan tenaga karyawan tata usaha.
Pada saat ini sudah selayaknya profesi sebagai seorang pendidik membutuhkan kompetensi yang terintegrasi baik secara intelektual-akademik, sosial, pedagogis, dan profesionalitas yang kesemuanya berlandaskan pada sebuah kepribadian yang utuh pula, sehingga dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik senantiasa dapat mengembangkan model-model pembelajaran yang efektif, inovatif, dan relevan.
Untuk meningkatkan kualitas guru, menurut penulis selain sertifikasi guru yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai Perguruan Tinggi atau LPTK perlu dilakukan suatu sistem pengujian terhadap kompetensi guru. Hal ini sejalan dengan otonomi daerah yang sedang berjalan, maka untuk mendapatkan guru-guru yang berkompetensi baik maka daerah harus berani melakukan uji kompetensi guru.  Berdasarkan hasil uji kompetensi, guru-guru dapat dikelompokkan, misalnya kelompok tinggi (baik), kelompok  sedang, dan kelompok kurang. Untuk kelompok yang kurang dapat dijadikan sasaran untuk diberikan perhatian dan pembinaan agar kompetensi mereka dapat ditingkatkan. Dan bagi yang masuk kelompok tinggi dapat diberikan reward atau promosi. Selain dapat mengelompokkan guru, uji kompetensi guru juga dapat dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan rata-rata para  guru, aspek mana yang perlu ditingkatkan, dan siapa yang perlu mendapat pembinaan secara kontinu, serta siapa yang telah mencapai standar kemampuan minimal.
Menurut Mulyasa (2008), materi uji kompetensi guru dapat dijabarkan dari kriteria profesional. Kriteria fungsional jabatan guru mencakup fisik, kepribadian, keilmuan, dan keterampilan sebagai berikut:
1.      Kemampuan Dasar (Kepribadian)
a.       Beriman dan bertakwa
b.      Berwawasan Pancasila
c.       Mandiri penuh tanggung jawab
d.      Berwibawa
e.       Berdisiplin
f.       Berdedikasi
g.      Bersosialisasi dengan masyarakat
h.      Mencintai peserta didikdan peduli terhadap pendidikannya
2.      Kemampuan Umum (Kemampuan Mengajar)
a.       Menguasai  ilmu pendidikan dan keguruan yang mencakup:
1)      Psikologi pendidikan
2)      Teknologi pendidikan
3)      Metodologi pendidikan
4)      Media pendidikan
5)      Evaluasi pendidikan
6)      Penelitian pendidikan
b.      Menguasai kurikulum yang mencakup:
1)      Mampu menganalisis kurikulum, merencanakan pembelajaran, mengembangkan silabus, dan mendayagunakan sumber belajar.
2)      Mampu melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode, kegiatan, dan alat bantu pembelajaran yang sesuai.
3)      Mampu menyusun program perbaikan (remedial) bagi peserta didik yang kurang mampu.
4)      Mampu menyususn program pengayaan (enrichment) bagi peserta didik yang pandai.
c.       Menguasai didaktik metodik umum
1)      Mampu menggunakan metode yang bervariasi secara tepat
2)      Mampu mendorong peserta didik bertanya
3)      Mampu membuat alat peraga sederhana
d.      Menguasai pengelolaan kelas
1)      Menguasai pengelolaan fisik kelas
2)      Menguasai pengelolaan pembelajaran
3)      Menguasai pengelolaan dan pemanfaatan pajangan kelas
e.       Mampu melaksanakan monitoring dan evaluasi peserta didik.
1)      Mampu menyusun instrument penilaian kompetensi peserta didik dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik
2)      Mampu menilai hasil karya peserta didik, baik melalui tes maupun non tes (observasi, jurnal, portofolio)
3)      Mampu menggunakan berbagai cara penilaian, baik tertulis, lisan maupun perbuatan)
f.       Mampu mengembangkan dan aktualisasi diri.
1)      Mampu bekerja dan bertindak secara mandiri untuk memecahkan masalah, dan mengambil keputusan.
2)      Mampu berprakarsa, kreatif, dan inovatif, dalam mengemukakan gagasan baru, dan mempelajari, serta melaksanakan hal-hal baru.
3)      Mampu meningkatkan kemampuan melalui kegiatan membaca, menulis, seminar, lokakarya, melanjutkan pendidikan, studi banding, dan berperan serta dalam organisasi profesi.
3.      Kemampuan Khusus (Pengembangan Keterampilan Mengajar)
a.       Keterampilan bertanya
b.      Memberi penguatan
c.       Mengadakan variasi
d.      Menjelaskan
e.       Membuka dan menutup pelajaran
f.       Membimbing diskusi kelompok kecil
g.      Mengelola kelas
h.      Mengajar kelompok kecil dan perorangan.
Selain yang disebutkan di atas, uji kompetensi guru juga dapat dimanfaatkan untuk  alat seleksi penerimaan guru. Seperti kita ketahui saat ini banyak calon guru yang mengantri menunggu pengangkatan, baik untuk dijadikan PNSmaupun guru tetap pada sekolah-sekolah swasta. Banyaknya  calon guru maka diperlukan seleksi yang baik dalam penerimaan, agar dapat memilih guru sesuai dengan kebutuhan dan kriteria yang ditentukan untuk menjadi seorang guru yang profesional. Dengan adanya seleksi yang ketat, maka para calon guru akan berusaha untuk meningkatkan kualitas dan kompetensinya agar dapat diterima dan lulus dalam uji  kompetensi tersebut. Jadi dengan uji kompetensi guru diharapkan dapat terjaring guru-guru yang kompeten, kreatif, professional, dan menyenangkan, sehingga mampu meningkatkan kualitas pembelajaran disekolahnya. Dan dengan uji kompetensi yang digunakan sebagai alat seleksi, penerimaan guru dapat dilaksanakan secara profesional, tidak didasarkan atas suka atau tidak suka, putera daerah atau bukan putera daerah, adanya “perda” (pertalian darah) atau tidak, dan alasan-alasan subjektif lain yang mengarah pada korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).






Sekedar Hiburan