Selasa, 15 November 2011

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Sosial (Karakter) Anak

Akhir-akhir ini dunia pendidikan di Indonesia dihebohkan dengan “pendidikan karakter”. Dunia pendidikan selama ini dianggap telah gagal menanamkan karakter pada anak-anak bangsanya. Benarkah demikian? Sebagai seorang pendidik kita merasa terpukul dengan berbagai ungkapan yang mendiskreditkan dunia pendidikan. Bagaimana tidak, karena karakter atau perilaku sosial suatu masyarakat bukan semata-mata menjadi tanggungjawab sekolah. Perlu kita sadari bahwa sebelum dan selain menduduki bangku sekolah anak-anak tentu berasal dari keluarga dan lingkungan masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, mazhab, ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya. Ayah dan ibu adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Seperti keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu, dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan keluarga.
Orang tua sangat berperan penting dalam membentuk kepribadian anak dengan cara mengembangkan pola komunikasi dan interaksi dengan sesamanya agar menjadi pribadi yang mantap dan kaffah (utuh). Marie Jahoda (Sumpeno, 1998) berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kepribadian yang mantap adalah orang yang dapat menguasai lingkungannya secara aktif, memperhatikan kesatuan dan segenap kepribadiannya. Memiliki kesanggupan menerima secara tepat dunia lingkungannya dan dirinya sendiri, bersifat mandiri tanpa terlalu banyak terpengaruh orang lain.
Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB (dalam Megawangi, 2003), fungsi utama keluarga adalah ”sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga, sejahtera”.
Menurut pakar pendidikan, William Bennett (dalam Megawangi, 2003), keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan. Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.
Dari paparan ini dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah.
Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan (karakter) pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak.
Secara umum, Baumrind mengkategorikan pola asuh menjadi tiga jenis, yaitu : (1) Pola asuh Authoritarian, (2) Pola asuh Authoritative, (3) Pola asuh permissive. Tiga jenis pola asuh Baumrind ini hampir sama dengan jenis pola asuh menurut Hurlock juga Hardy & Heyes yaitu: (1) Pola asuh otoriter, (2) Pola asuh demokratis, dan (3) Pola asuh permisif.
Pola asuh otoriter mempunyai ciri orang tua membuat semua keputusan, anak harus tunduk, patuh, dan tidak boleh bertanya. Pola asuh demokratis mempunyai ciri orang tua mendorong anak untuk membicarakan apa yang ia inginkan. Pola asuh permisif mempunyai ciri orang tua memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat.

Pengelompokan Pola Asuh Orang Tua
Kita dapat mengetahui pola asuh apa yang diterapkan oleh orang tua dari ciri-ciri masing-masing pola asuh tersebut, yaitu sebagai berikut :
a.             Pola asuh otoriter
Menurut Rasyid (2008) sikap otoriter adalah sikap yang selalu menolak keinginan-keinginan anak dan menghalanginya dari melakukan perbuatan tertentu atau dari mewujudkan hasrat tertentu. Sikap otoriter juga sikap keras dalam memperlakukan anak dan membebani mereka dengan tugas-tugas yang berada diluar kemampuannya. Hal itu biasanya dilakukan dengan cara memerintah, melarang, tidak percaya, mencerca, dan menghukum.
Kekuasaan orang tua dominan Anak tidak diakui sebagai pribadi. Kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat. Orang tua menghukum anak jika anak tidak patuh. Tentu saja pola asuh otoriter (yang cenderung menuntut anak untuk patuh terhadap segala keputusan orang tua).
Pola asuh otoriter cenderung membatasi perilaku kasih sayang, sentuhan, dan kelekatan emosi orang tua - anak sehingga antara orang tua dan anak seakan memiliki dinding pembatas yang memisahkan “si otoriter” (orang tua) dengan “si patuh” (anak). Studi yang dilakukan oleh Fagan (dalam Badingah, 1993) menunjukan bahwa ada keterkaitan antara faktor keluarga dan tingkat kenakalan keluarga, di mana keluarga yang broken home, kurangnya kebersamaan dan interaksi antar keluarga, dan orang tua yang otoriter cenderung menghasilkan remaja yang bermasalah. Pada akhirnya, hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas karakter anak. Orang tua yang otoriter merugikan, karena anak tidak mandiri, kurang tanggungjawab serta agresif.
b.        Pola asuh demokratis
Ada kerjasama antara orang tua - anak. Anak diakui sebagai pribadi. Ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua. Ada kontrol dari orang tua yang tidak kaku. Pola asuh demokratis (yang cenderung mendorong anak untuk terbuka, namun bertanggung jawab dan mandiri) terhadap hasil pendidikan karakter anak.
Pola asuh demokratis tampaknya lebih kondusif dalam pendidikan karakter anak. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind yang menunjukkan bahwa orang tua yang demokratis lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam kemandirian dan tanggungjawab. Menurut Arkoff (dalam Badingah, 1993), anak yang dididik dengan cara demokratis umumnya cenderung mengungkapkan agresivitasnya dalam tindakan-tindakan yang konstruktif atau dalam bentuk kebencian yang sifatnya sementara saja.
c.         Pola asuh Permisif
Dominasi pada anak, sikap longgar atau kebebasan dari orang tua, tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua. Kontrol dan perhatian orang tua sangat kurang. Pola asuh permisif (yang cenderung memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat).
Pola asuh permisif yang cenderung memberi kebebesan terhadap anak untuk berbuat apa saja sangat tidak kondusif bagi pembentukan karakter anak. Bagaimana pun anak tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal mana yang baik mana yang salah. Dengan memberi kebebasan yang berlebihan, apalagi terkesan membiarkan, akan membuat anak bingung dan berpotensi salah arah. Orang tua yang permisif mengakibatkan anak kurang mampu dalam menyesuaikan diri di luar rumah.
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa pola perlakuan orang tua akan cenderung mempengaruhi dan mewarnai tingkah laku pada anaknya. Perlakuan orang tua yang berbeda terhadap anak akan memberikan  pengaruh yang berbeda pula pada perkembangan kepribadian anaknya. Artinya, jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak oleh keluarga.
d.        Pola asuh Perlindungan Berlebihan (Over-Proteksi)
            Yang termasuk perlindungan berlebihan dalam hal ini adalah memanjakan, memenuhi segala sesuatu yang diinginkan, dan mencampuri segala kewajiban dan tanggung jawab si anak. Pada dasarnya, sikap merampas keinginan anak untuk mandiri. (Rasyid, 2008:189).
            Kita mungkin menemukan orang tua yang terus menerus melakukan campur tangan dalam urusan anak. Ia menjadi pengganti si anak dalam mengerjakan tugas, peran, dan tunggung jawab yang seharusnya dipikul oleh anak. Padahal, seharusnya si anak dibidarkan berlatih melakukannya. Dengan demikian, tidak ada kesempatan bagi si anak untuk memilih kegiatan, hubungan-hubungan, makanan, permainannya sendiri, dan seterusnya. Hal ini akan menjadi si anak kurang pengalaman sehingga tidak berdaya untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya.
e.         Pola Asuh dengan Sikap Memanjakan
            Ini adalah kebalikan dari sikap keras dan kaku dalam mendidik. Bentuknya adalah selalu mengikuti segala sesuatu yang diminta oleh anak setiap kali ia menginginkannya. Jika ada permintaan atau keinginannya yang tidak dapat dibenarkan atau tidak dapat diterima, selalu diganti dengan sesuatu yang lain. Semua orang selalu mematuhi dan mengikuti kemauannya. Mereka tidak pernah menolak apa pun yang terjadi. Dengan kondisi itu, anak menjadi terbiasa menerima tanpa pernah memberi; memerintah; dan melarang, tanpa mengetahui kewajiban dan tanggung jawab dirinya. Anak seperti itu akan tumbuh menjadi orang yang tidak peduli, tidak ada aturan yang dapat mengendalikannya, tidak mampu memikul tanggung jawab, dan selalu mengandalkan orang lain dalam segala sesuatu (Rasyid, 2008).
Sikap berlebihan dalam memanjakan dan memberi toleransi boleh jadi disebabkan oleh: Pertama, orang tua ingin menggantikan kasih sayang dan cinta yang tidak mereka peroleh saat mereka kanak-kanak. Biasanya, hal ini dilakukan dengan cara ’’menenggelamkan’’ anak dalam kasih sayang, pemanjaan, dan toleransi. Kedua, hasrat orang tua untuk mengikuti apa yang mereka peajari dari para orang tua mereka. Mereka menerapkan cara yang diterapkan oleh ibu bapak mereka saat mereka kecil.
Dampak buruk pemanjaan terhadap kepribadian anak antara lain:
1)      Membuat anak tidak mandiri dan tidak melakukan apa pun, kecuali jika mendapat bantuan orang lain. Ia mengalami keterlambatan kematangan
2)      Menjadikan anak terus-menerus meminta perlindungan dan tidak mudah melepaskan diri dari orang tuanya
3)      Menjadi anak tidak memiliki kesadaran akan tanggung jawab dan tidak menghormati tanggung jawab. Ia juga tidak akan mampu menahan keinginan-keinginannya. Oleh karena itu, ia akan selalu merasakan gungcangan jiwa saat berhadapan dengan kesulitan dan kondisi yang mengecewakannya
4)      Muncul sikap egois dan posesif (selalu ingin memiliki)
Pola asuh orang tua dan dampak terhadap perilaku anak menurut Hurlock (Syamsu Yusuf LN, 2000) yaitu:
a.    Terlalu melindungi (overproctection) ciri-ciri dari perlakuan orang tua yang terlalu melindungi yaitu:
1)      Kontak terlalu berlebihan dengan anak
2)      Perawatan/pemberian bantuan kapada anak yang terus menerus, meskipun anak sudah mampu merawat dirinya sendiri
3)      Mengawasi kegiatan anak secara berlebihan
4)      Memecahkan masalah anak
Sedangkan ciri-ciri tingkah laku anaknya adalah perasaan tidak aman, agresi dan dengki, mudah merasa gugup, melarikan diri dari kenyataan, sangat tergantung, ingin menjadi pusat perhatian, bersikap menyerah, kurang menghargai teman, kurang mampu mengendalikan emosi, menolak tanggug jawab, kurang percaya diri, mudah terpengaruh, peka terhadap kritik,dan lain-lain.
b.   Pembolehan (permissiveness) ciri-ciri dari perlakuan orang tua yang pembolehan yaitu:
1)      Memberikan kebebasan untuk berfikir atau berusaha
2)      Menerima gagasan/pendapat
3)      Membuat anak marasa diterima dan merasa kuat
4)      Toleran dan memahami kelemahan anak
5)      Cenderung lebih suka memberi yang diminta anak dari pada menerima
Sedangkan ciri-ciri dari tingkah laku anaknya adalah pandai mencari jalan keluar, dapat bekerjasama, percaya diri, dan penuntut dan tidak sabaran.
c.    Penolakkan (rejection) ciri-ciri dari perlakuan orang tua yang penolakkan yaitu:
1)      Bersikap masa bodoh
2)      Bersikap kaku
3)      Kurang mempedulikan kesejahteraan anak
4)      Menampilkan sikap permusuhan atau dominasi terhadap anak
Sedangakan ciri-ciri tingkah laku anaknya yaitu: agresi (mudah marah, gelisah, tidak patuh/keras kepala, suka bertengkar dan nakal, kurang dapat mengerjakan tugas, pemalu, suka mengasingkan diri, mudah tersinggung dan penakut, sulit bergaul, pendiam, sadis.
d.   Penerimaan (acceptance) ciri-ciri dari perlakuan orang tua yang penerimaan yaitu:
1)        Memberikan perhatian dan cinta kasih sayang yang tulus kepada anak
2)        Menepatkan anak dalam posisi yang penting di dalam rumah
3)        Mengembangkan hubungan yang hangat dengan anak
4)        Bersikap respek terhadap anak
5)        Mendorong anak untuk menyamakan perasaan atau pendapatnya
6)        Berkomunikasi dengan anak secara terbuka dan mau mendengar masalahnya.
Sedangakan ciri-ciri tingkah laku anaknya yaitu; mau bekerja sama, bersahabat, loyal, emosi stabil, ceria dan bersikap optimis, mau menerima tanggung jawab, jujur, dapat dipercaya, memiliki perencanaan yang jelas untuk mencapai masa depan, bersikap realistik (memahami kekuatan dan kelemahan dirinya secara objektif).
e.    Dominasi (dominition) ciri-ciri dari perlakuan orang tua yang dominasi yaitu: mendominasi anak, Sedangakan ciri-ciri tingkah laku anaknya yaitu: bersikap sopan dan sangat berhati-hati, pemalu, penurut, dan mudah tersinggung, tidak dapat bekerja sama.
f.     Pasrah (submission) ciri-ciri dari perlakuan orang tua yang pasrah yaitu:
1)      Senantiasa memberikan sesuatu yang diminta anak
2)      Memberikan anak berperilaku semaunya di rumah
Sedangakan ciri-ciri tingkah laku anaknya yaitu; tdak patuh, tidak bertanggung jawab, agresif dan teledor/lalai, bersikap otoriter, dan terlalu percaya diri
g.    Terlalu disiplin (overdiscipline) ciri-ciri dari perlakuan orang tua yang terlalu disiplin yaitu:
1)      Mudah memberikan hukuman
2)      Menanamkan kedisiplinan secara keras
Sedangakan ciri-ciri tingkah laku anaknya yaitu; impulsif, tidak dapat mengambil keputusan, nakal, sikap bermusuhan atau agresif.
Ketujuh pola asuh orang tua tersebut ada kelebihan dan kekurangannya. Namun diantara pola asuh orang tua itu, pola asuh penerimaan (acceptance) merupakan alternatif yang relatif baik untuk dilakukan oleh orang tua. Sikap seperti itu ternyata telah memberikan kontribusi yang baik terhadap perilaku sosial anak.
 

Tidak ada komentar:

Sekedar Hiburan