Sabtu, 23 Oktober 2010

Perkembangan Kognitif Anak (Piaget)


           Perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Seperti yang dikatakan oleh Van den Daele dalam Hurlock bahwa “perkembangan berarti perubahan secara kualitatif”. Ini berarti bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang komplek.
            Berbagai perubahan dan perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia hidup. Untuk mencapai tujuan ini maka realisasi diri atau yang biasanya disebut sebagai aktualisasi diri adalah sangat penting. Tujuan ini tidaklah statis, tujuan ini merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu yang tepat untuk dilakukan yaitu untuk menjadi manusia seperti yang diinginkan baik secara fisik maupun psikologis.
            Mengingat proses perkembangan individu dimulai sejak masa konsepsi hingga kematian dan proses ini berjalan terus secara permanent, qualitative, progressive dan bersifat universal (Peterson, 1996), maka cakupan proses perkembangan individu ini menjadi sangat luas. Menurut Peterson ada empat teori utama yang berpengaruh besar terhadap pemahaman tentang perkembangan individu selama rentang kehidupannya, yaitu : teori psikoanalitik , teori perkembangan kognitif, teori belajar dan teori humanistik.
Diantara keempat teori utama tersebut, teori yang paling relevan antara proses perkembangan individu dengan pendidikan adalah teori yang dikemukakan oleh Jean Piaget yang mengungkapkan lebih banyak perkembangan kognitif terutama anak, dan sangat berpengaruh dalam perkembangan pendidikan, sementara teori belajar social, behaviour modification dan model psikoanalitik banyak digunakan untuk psikotherapy (Peterson,1996)
Berdasarkan hal itulah maka dalam tulisan ini penulis akan mencoba mengkaji proses perkembangan kognitif anak ditinjau dari teori kognitif Piaget dan implikasinya terhadap pendidikan di Sekolah Dasar.

1. Pengertian Kognitif
Istilah kognitif berasal dari bahasa latin “cognoscre” yang berarti mengetahui (to know). Dalam Peterson(1996), cognition berarti a general term for thought or intellectual function. Cognition involves mental processes such as perseptioning,reasoning,language,judgement and imagination.
Istilah kognitif ini erat kaitannya dengan konsep intelektual atau intelegensia. Claparede dan Stern mendefinisikan intelegensia sebagai suatu adaptasi mental pada lingkungan baru (Piaget, 1981 dalam Suparno, 2001). Gardner (2003) mengemukakan bahwa intelegensia adalah potensi biopsikologis yang ditentukan oleh faktor genetik dan sifat-sifat psikologinya, mulai dari kekuatan kognitifnya sampai dengan kecenderungan kepribadiannya.

2.  Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
            Untuk memahami teori perkembangan kognitif dari Jean Piaget, ada beberapa konsep yang harus dipahami terlebih dahulu, yaitu :
a.             Inteligensi
Piaget mengartikan intelegensia secara lebih luas dan tidak mendefinisikannya secara ketat. Ia memberikan beberapa definisi yang umum yang lebih mengungkapkan orientasi biologis, seperti yang terdapat dalam Suparno (2001) :
{   Intelegensi adalah suatu contoh khusus adaptasi biologis …(Origin of Intelligence)
{   Intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium kearah mana semua struktur yang menghasilkan persepsi, kebiasaan, dan mekanisme sensori diarahkan… (Piaget, 1981)
Secara progressif, dapat dikatakan bahwa :
{   Inteligensi membentuk keadaan ekuilibrium kearah mana semua adaptasi sifat-sifat sensorimotor dan kognitif dan juga interaksi-interaksi asimilasi dan akomodasi antara organisme dan lingkungan mengacu (Piaget,1981).
b.            Organisasi
Menunjuk pada tendensi semua spesies untuk mengadakan sistematisasi dan mengorganisasi proses-proses mereka dalam sustu system yang koheren, baik secara fisis maupun psikologis (Suparno: 2003). Contoh : bayi menggabungkan kemampuan melihat dan menjamah.
c.             Skema
Schema is Piaget’s term for cognitive unit that coordinates related actions and perceptions (Peterson, 1996). Skema adalah struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema itu akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seseorang. Skema bukanlah benda yang nyata yang dapat dilihat, melainkan suatu rangkaian proses dalam system kesadaran seseorang. Skema tidak mempunyai bentuk fisik dan tidak dapat dilihat. (Wadsworth,1989 dalam Suparno)
d.            Asimilasi
Assimilation is Piaget’term for the incorporation of new information into an existing mental category or schema(Peterson,1996). asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi,konsep atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam fikirannya. Menurut Wadsworth dalam Suparno, asimilasi tidak menyebabkan perubahan skemata, tetapi memperkembangkan skemata.
e.             Akomodasi
Accomodation is Piaget’term for alteration of a thought process, or schema, to incorporate new information (Peterson,1996). Akomodasi adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema yang lama, hal ini terjadi karena dalam menghadapi rangsangan/pengalaman baru, seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang telah ia miliki, hal ini terjadi karena pengalaman baru itu tidak cocok dengan skema yang telah ada.
f.             Ekuilibrasi
Equilibration is the act of achieving equilibrium.
Equilibrium is a state of harmony or stability. In Piaget’s theory, relative (or temporary) equilibrium occurs whenever assimilation and accommodation are in balance with one another (Peterson,1996).
g.            Adaptasi
Adaptation in Piaget’s theory consist of an interplay between the processes of assimilation and accommodation (Peterson,1996).

Secara garis besar, Piaget mengelompokkan tahap-tahap perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap, yaitu : tahap sensorimotor, tahap praoperasi, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal.
Tahap sensorimotor lebih ditandai dengan pemikiran anak berdasarkan tindakan inderawinya. Tahap praoperasional diwarnai dengan mulai digiunakannya symbol-simbol untuk menghadirkan suatu benda atau pemikiran, khususnya penggunaan bahasa. Tahap operasional konkret ditandai dengan penggunaan aturan logis yang jelas. Tahap operasional formal dicirikan dengan pemikiran abstrak, hipotesis, deduktif, serta induktif. Secara skematis, keempat tahap itu dapat digambarkan sebagai berikut :
Skema Empat Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap
Umur
Ciri Pokok Perkembangan
Sensorimotor
0-2 tahun
* Berdasarkan tindakan
* Langkah demi langkah
Praoperasional
2-7 tahun
* Penggunaan symbol/bahasa tanda
* Konsep intuitif
Operasional Konkret
8-11 tahun
* Pakai aturan jelas/logis
* Reversibel dan kekekalan
Operasi Formal
11 tahun ke atas
* Hipotesis
* Abstrak
* Deduktif dan induktif
* Logis dan probabilitas
                                                                          Sumber : Suparno,2003     
Tahap-tahap di atas saling berkaitan. Urutan tahap-tahap tidak dapat ditukar atau dibalik, karena tahap sesudahnya mengandalkan terbentuknya tahap sebelumnya. Tetapi, tahun terbentuknya tahap tersebut dapat berubah sesuai dengan situasi seseorang. Misalnya seseorang dapat mulai tahap operasional formal pada usia 11 tahun, sedangkan ada juga orang yang baru memasukinya pada usia 15 tahun.
Perbedaan pada tiap tahap sangatlah besar karena ada perbedaan kualitas pemikiran yang lain. Meskipun demikian, unsur dari perkembangan sebelumnya tetapi tidak dibuang. Jadi, ada kesinambungan dari tahap ke tahap, walaupun ada juga perbedaan yang sangat mencolok.

3.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Anak
            Piaget menjelaskan bahwa ada berbagai macam hal yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Kematangan organis, system saraf, dan fisik seseorang mempunyai pengaruh dalam perkembangan intelektualnya. Pengalaman dan berbagai macam latihan juga menunjang perkembangan pemikiran seorang anak, demikian pula halnya dengan interaksi social yang tidak kalah pentingnya dalam membantu pemahaman siswa terhadap suatu konsep atau bahan belajar.
            Piaget menekankan hal terpenting dalam perkembangan kognitif anak, yaitu bagaimana seorang anak dapat mengembangkan self-regulasinya untuk mencapai suatu ekuilibrasi dalam proses pemikirannya. Self-regulasi ini didapatkan melalui proses asimilasi dan akomodasi yang terus menerus, berkesinambungan, terhadap lingkungan dan masalah yang dihadapi oleh seorang anak. Dalam proses itulah, anak senantiasa ditantang untuk selalu mengembangkan pemikirannya, dan dengan demikian, berkembang pulalah pengetahuannya.

4.  Aplikasi Teori Piaget dalam Pendidikan
            Teori perkembangan kognitif Piaget banyak mempengaruhi bidang pendidikan. Pemikiran Piaget mempengaruhi bagaimana para pendidik menyususn kurikulum, memilih metode pengajaran, dan juga memilih bahan bagi pendidikan anak, terurtama di sekolah.
            Sebagaimana diketahui, bahwa Piaget tidak mengarahkan penelitiannya untuk pendidikan dan pengajaran. Namun teorinya tentang bagaimana seorang anak memperoleh pengetahuan dan mengembangkan intelektualnya jelas berkaitan dan relevan dengan dunia pendidikan. Oleh karena itu dalam menerapkannya perlu diperhatikan bahwa teori Piaget bukanlah menu jadi yang siap disantap atau tinggal digunakan. Teori Piaget ini menurut Suparno (2003) bukanlah suatu prosedur operasional yang tinggal dipakai. Guru haruslah pandai memilah dan memilih teori mana yang dapat digunakan. Teorinya  merupakan salah satu perspektif untuk melihat dan mengerti bagaimana seorang anak berkembang, mengapa ia mau belajar atau tidak mau belajar di sekolah, sehingga seorang pengajar dapat lebih membantu anak tersebut (Wadsworth,1989 dalam Suparno).
            Piaget membedakan dua pengertian tentang belajar, yaitu belajar dalam arti sempit dan belajar dalam arti luas (Ginsburg & Opper,1988). Belajar dalam arti sempit adalah belajar yang hanya menekankan perolehan informasi baru dan pertambahan. Belajar itu disebut belajar figurative, suatu bentuk belajar yang pasif. Contohnya, seorang anak menghafalkan perkalian bilangan. Belajar dalam arti luas adalah belajar untuk memperoleh dan menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang daopat digunakan pada berbagai situasi. Belajar ini disebut juga belajar operative. Contohnya anak mengerti tentang kekekalan massa suatu benda. Dalam hal ini anak mengetahui suatu struktur yang lebih luas yang tidak terbatas pada situasi tertentu, sehingga pengertian ini dapat digunakan dalam situasi yang lain.
            Menurut Wadsworth (Suparno,2003) mengingat dan menghafal tidak dianggap sebagai belajar yang sesungguhnya karena kegiatan tersebut tidak memasukkan proses asimilasi dan pemahaman. 
      Piaget berpendapat, bahwa pengetahuan itu dibentuk sendiri oleh murid dalam berhadapan dengan lingkungan atau objek yang sedang dipelajarinya. Oleh karena itu, kegiatan murid dalam membentuk pengetahuannya sendiri menjadi hal yang sangat penting dalam system piaget. Proses balajar harus membantu dan memungkinkan murid aktif mengkonstruksi pengetahuannya. Dalam hal ini, penekanan pembelajaran aktif terletak pada kebutuhan dan kemampuan siswa atau student centre bukan teacher centre.
      Piaget membedakan tiga macam pengetahuan, yaitu pengetahuan fisis, matematis-logis, dan sosial. Ketiga pengetahuan itu dibentuk oleh tindakan murid terhadap pengalaman fisik dan sosial. Pengetahuan fisik dikonstruksi melalui tindakan murid kepada objek fisik secara langsung. Pengetahuan matematis-logis dibentuk dengan tindakan murid terhadap objek secara tidak langsung, yaitu dengan pemikiran operatif. Pengetahuan social dibentuk oleh pengalaman murid berinteraksi dengan lingkungan social dan orang banyak. Pengetahuan-pengetahuan itu tidak bisa ditransfer melalui kata atau symbol, melainkan hanya dapat diperoleh melalui tindakan dan pengalaman. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran IPA, IPS dan Matematika di SD perlu menggunakan media pembelajaran yang bervariasi yang mendorong siswa berinteraksi langsung dengan objek yang dipelajarinya.
      Menurut Piaget, seorang anak mempunyai cara berfikir yang berbeda secara kualitatif dengan ornag dewasa dalam melihat dan mempelajari realitas. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, guru seyogyanyalah memahami cara berfikir murid dalam memandang suatu objek yang dipelajarinya. Guru hendaknya menyediakan bahan belajar yang sesuai dengan taraf perkembangan  kognitif anak agar dapat memudahkan mereka menuntaskan materi pelajaran yang diberikan dan lebih berhasil dalam membentuk konstruksi pengetahuan dalam fikiran anak tersebut.
      Anak dapat mengkonstruksi pengetahuannya dengan baik, jika ia diberi peluang untuk dapat aktif berinteraksi dalam pembelajaran, baik dengan guru, media pengajaran, lingkungan soaial, dan sebagainya. Dengan belajar secara aktif, anak dapat mengolah bahan belajar, bertanya secara aktif, dan mencerna bahan dengan kritis, sehingga mampu memecahkan permasalahan, membuat kesimpulan dan bahkan merumuskan suatu rumusan menggunakan kata-kata sendiri. Peran guru sebagai fasilitator, dan motivator sangat penting bagi keberhasilan anak dalam mengkonstruksi pengetahuannya (Jacob,1981), dan guru bukanlah sebagai pentransfer ilmu pengetahuan semata..
      Dalam rangka menemukan dan membangun pengetahuannya, murid hendaknya dibeli keleluasaan untuk mengungkakpkan gagasannya, pemikirannya, dan rasa keingintahuannya akan objek belajar yang dipelajarinya, baik secara lisan dan tulisan. Guru hendaknya menjadi jembatan antara anak dengan pengetahuan untuk meminimalkan terjadinya miskonsepsi anak terhadap suatu konsep atau materi pelajaran.
      Piaget mengemukakan bahwa ada dua hal yang dapat menjadi motivasi intrinsik dalam diri seseorang, yaitu : adanya proses asimilasi dan adanya situasi konflik yang merangsang seseorang melakukan akomodasi. Tindakan asimilasi ini akan menghubungkan pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang dengan hal baru yang sedang dipelajari atau ditemukannya. Agar proses adaptasi dan asimilasi ini berjalan baik, diperlukan kegiatan pengulangan dalam suatu latihan atau praktik. Pengetahuan baru yang telah dikonstruksikan perlu dilatih dengan pengulangan agar semakin bermakna bagi dirinya.
      Sementara itu, keadaan konflik diperlukan untuk merangsang sseseorang mengadakan akomodasi atau perubahan pengetahuan. Guru dalam hal ini memerlukan tanda-tanda konflik dan tahu bagaimana menciptakan konflik agar murid tertantang secara kognitif untuk mengubah dan mengembangkan pengetahuannya (Jacob,1981). Contohnya adalah peristiwa anomaly air, siswa dapat mengalami kebingungan dihadapkan dengan peristiwa yang bertentangan dengan apa yang telah dibangun di dalam fikirannya bahwa air mendidih pada suhu 1000 C.
      Piaget juga mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak juga tergantung pada interaksi unsure-unsur lain, seperti kematangan diri dan transmisis social. Oleh karena itu dalam lingkungan sekolah, perlu diperhatikan tingkat kematangan murid untuk menangkap pelajaran dan bagaimana mereka berinteraksi dalam lingkungan social mereka, seperti pertemanan. Tidak ada salahnya guru mendatangkan nara sumber lain yang merupakan ahli di bidangnya untuk memperkuat konsep yang dimiliki oleh siswa.
      Secara agak khusus, Piaget banyak berbicara tentang pengajaran matematika. Piaget menyarankan agar dalam pengajaran matematika untuk murid, terlebih sebelum tahap operasional formal, lebih ditekankan pada aktifitas, pengalaman, dan penggunaan metode aktif (Piaget,1972 dalam Suparno). Pengajaran matematika hendaknya dimulai dengan memperkenalkan konsep yang konkret menuju ke yang abstrak. Bagi orang dewasa, pengajaran matematika dengan metode ceramah, masih mungkin dilakukan, namun untuk anak-anak, sebaiknya pengajaran matematika tidak boleh mengabaikan aktivitas pengamatan dan interaksi langsung antara siswa dengan objek yang diamatinya.
      Terkadang dapat dijumpai ada anak yang belum paham benar tentang suatu konsep matematika namun dapat menggunakan rumusnya untuk menyelesaikan masalah, menurut Piaget, hal ini kurang baik, mengingat konsep  tersebut seharusnya tetap dikuasai anak secara menyeluruh dan anak memahami benar tentang konsep tersebut. Di sinilah peran latihan menjadi sangat penting.

Tidak ada komentar:

Sekedar Hiburan