Selasa, 11 Oktober 2011

Kita Harus Hati-hati Dalam Memilih Lembaga PAUD


Kalau kita cermati dengan seksama, akhir-akhir ini penyelenggaraan pendidikan anak usia dini terjebak pada layanan pendidikan yang layaknya dilakukan pada sekolah-sekolah formal. Hal ini sering kali menisbikan layanan bagi memfasilitasi perkembangan anak secara komprehensif, dan sesungguhnya hal ini memiliki potensi menciderai kebutuhan psikologis anak usia dini, benarkah demikian?
Program pendidikan anak usia dini kini mulai banyak diselenggarakan oleh masyarakat, sebab kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan untuk anak usia dini semakin baik. Berbagai bentuk lembaga pendidikan anak mulai bermunculan dengan segala kekhasannya. Hal ini menjadi suatu fenomena yang sangat menarik untuk terus mengembangkan program anak usia dini, khususnya di lingkungan masyarakat menengah ke bawah.
Berbagai bentuk program pendidikan anak usia dini yang muncul sekarang ini adalah pada jalur pendidikan formal terdiri dari Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Pada jalur nonformal terdiri dari kelompok bermain (play group), Taman Penitipan Anak,  atau bentuk-bentuk lain yang sederajat. Sedangkan pada jalur informal diselenggarakan melalui pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan lingkungan.
Tujuan utama pendidikan anak usia dini adalah memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak sedini mungkin yang meliputi aspek-aspek fisik, psikis, dan sosial secara menyeluruh, yang merupakan hak anak. Dengan perkembangan itu, maka anak diharapkan lebih siap untuk belajar sosial, emosional, moral, dan lain-lain pada lingkungan sosial, yang menjadi tujuan utamanya (primary goal), sedangkan kesiapan belajar (akademik) di sekolah adalah tujuan penyerta (nurturing goal) dari pendidikan anak usia dini (Dedi Supriadi, 2003).
Proses pendidikan anak usia dini haruslah berorientasi pada perkembangan yang mengacu pada tiga hal penting yaitu (1) berorientasi pada usia, (2) berorientasi pada anak secara individual, dan (3) berorientasi pada konteks sosial budaya anak. Proses pendidikan yang berorientasi kepada perkembangan  memungkinkan para pendidik untuk merencanakan berbagai pengalaman yang dapat menumbuhkan minat anak, merangsang keingintahuan mereka, melibatkan mereka secara emosional maupun intelektual, dan membuka daya imajinasi mereka. Cara ini juga akan memperkaya konsep-konsep anak melalui pengalaman sensorik maupun persepsi.
Layanan pendidikan kepada anak-anak usia dini merupakan dasar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya hingga dewasa. Hal ini diperkuat oleh Hurlock (1991) bahwa  tahun-tahun awal kehidupan anak merupakan dasar yang cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap dan perilaku anak sepanjang hidupnya.
Namun apa yang terjadi di lapangan, tidak jarang kita jumpai penyelenggaraan pendidikan anak usia dini yang terjebak pada layanan yang layaknya dilakukan sekolah formal. Pelaksanaan proses pembelajaran masih terlalu akademis, terstruktur, dan superfisial, sementara di sisi lain masih banyak aspek perkembangan anak yang terabaikan (masih belum mendapat perhatian secara proporsional) seperti pengembangan kreativtas, keberanian mengemukakan pendapat, pengembangan kesadaran emosi dan self-control, serta perilaku-perilaku sejenis lainnya. Anak didik lebih banyak menerima cekokan dalam arti instruksi bagaimana melakukan sesuatu di sekolah, anak menerima materi pembelajaran yang seharusnya belum patut mereka terima, misalnya anak di lembaga PAUD atau TK sudah diberikan materi pembelajaran baca tulis dan berhitung (calistung) setingkat usia sekolah dasar, sehingga hal ini memiliki potensi menciderai kebutuhan psikologis anak.
Hal ini terjadi mungkin disebabkan kekurang pahaman para pendidik dan orang tua tentang perkembangan anak usia dini. Karena banyak kita temukan di lembaga-lembaga PAUD nonformal para penyelenggara pendidikan adalah orang-orang yang tidak berlatar belakang pendidikan keguruan (tidak memenuhi kualifikasi minimal sebagai tenaga pendidik), dan mereka juga jarang mendapatkan pendidikan dan pelatihan tentang anak usia dini. Pada hal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan pasal 29 dijelaskan bahwa  pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki (a) kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1), (b)  latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi; dan (c) sertifikat profesi guru untuk PAUD. Dengan memiliki kredibilitas seperti disebutkan di atas, jelas akan bermanfaat pada pembelajaran bagi anak baik secara fisik maupun secara psikis.
Selain masih rendahnya kualifikasi ketenagaan guru di lembaga PAUD, penghargaan masyarakat terhadap guru (terutama guru di PAUD) sebagai profesi belum tampak. Bahkan masih terefleksikan adanya kecenderungan anggapan bahwa mengajar di lembaga PAUD itu merupakan pekerjaan mudah sehingga para guru PAUD dianggap sebagai pekerja yang layak dibayar murah. Begitu juga dengan kondisi fasilitas lembaga pendidikan anak usia dini yang masih banyak memprihatinkan (seadanya). Di beberapa daerah kita lihat masih banyak pendidikan anak usia dini yang dselenggarakan di rumah-rumah penduduk yang kondisinya tidak sesuai untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini.
Berkenaan dengan salah kaprahnya pendidikan anak usia dini juga terjadi karena kuatnya tekanan dari lingkungan (tuntutan orang tua dan masyarakat) dan pandangan para pendidik sendiri. Mereka memandang bahwa TK atau PAUD adalah lembaga prasekolah (pra-SD). Dengan pandangan seperti itu, fungsi pendidikan anak usia dini pun lebih mengutamakan penyiapan anak untuk memasuki Sekolah Dasar dari pada pengembangan kepribadian secara utuh. Akibatnya, kegiatan pendidikan di lembaga pendidikan anak usia dini sangat sarat dengan muatan-muatan akademis seperti membaca, menulis, berhitung (calistung) dan bahkan bahasa Inggris. Lembaga PAUD diibaratkan perpanjangan tangan dari SD sehingga misi utamanya sebagai wahana pengembangan seluruh aspek perkembangan dan kepribadian anak menjadi tersisihkan oleh kepentingan yang prakmatis tersebut.      


Tidak ada komentar:

Sekedar Hiburan